text bergerak

Jumat, 18 Januari 2013

PETERPAN - Tak ada yang abadi




Song Lyrics and Chord Tak Ada Yang Abadi by Peterpan

Intro : Am F Am F Am G F G 2x

Am       F    Am F
Takkanselamanya
Am       G    F  G
tangankumendekapmu
Am       F    Am F
Takkanselamanya
Am    G     F   G
raga inimenjagamu

Am      F        C          G
Sepertialunandetakjantungku
Am       F     C        G
Takbertahanmelawanwaktu
Am      F        C          G
Dan semuakeindahan yang memudar
Am      F             F
Ataucinta yang telahhilang

Am      G     F 
Takada yang abadi
Am      G     F 
Takada yang abadi
Am      G     F 
Takada yang abadi
Am      G     F 
Takada yang abadi

Interlude : Am F Am F Am G F G 2x

A#   F      GmDm
Biarkanakubernafassejenak
A#        E
Sebelumhilang

Am       G    C
Takkanselamanya
Am       G    F  G
tangankumendekapmu
Am       G    C
Takkanselamanya
Am    G     F   G
raga inimenjagamu

Reff :
Am        G      F        G
Jiwa yang lama segerapergi
Am      G     F
Bersiaplah para pengganti

tokoh-tokoh sosiologi



Kemukakan tokoh-tokoh sosiologi klasik beserta teori-teorinya dan bagaimana aplikasinya dalam realitas kehidupan sehari-hari, beserta contohnya masing-masing !
Dalam teori sosiologi klasik akan dibahas latar belakang dari perkembangan teori sosiologi dan riwayat hidup dari para tokoh sosiologi klasik serta pemikiran-pemikiran mereka ysng sampai sekarang masih digunakan oleh semua orang.
Tokoh-tokoh tersebut diantaranya :
1.Auguste  Comte (1798-1857)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw5oFMxAVBb6bCzcYWml5TotypbViPYLjLtaZ7YSvCCa41jXpM1EDzNMA0yaHGZua3NePCsdUzRVAAraO6qC07u7fGYup3Dz4_2HWlRi6FXgO23lj9Og-easbH6JVnGhq7GGBZ1Rd0A6lr/s200/auguste.gif
 Auguste Comte seorang perancis, merupakan bapak sosiologi yang pertama memberi nama pada ilmu  tersebut (yaitu dari kata socius dan logos). Walaupun dia tidak menguraikan secara rinci masalah-masalah apa yang menjadi objek sosiologi, tetapi dia mempunyai anggapan bahwa sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics. Konsepsi tersebut merupakan pembagian dari isi sosiologi yang sifatnya pokok sekali. Sebagai social statistics, sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan social dynamics meneropong bagaimana lembaga-lembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa.
Sosiologi Positivis
Auguste Comte (1798-1857) sangat prihatin terhadap anarkisme yang merasuki masyarakat saat berlangsungnya Revolusi Perancis. Oleh karena itu Comte kemudian mengembangkan pandangan ilmiahnya yakni positivisme atau filsafat sosial untuk menandingi pemikiran yang dianggap filsafat negatif dan destruktif. Positivisme mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah tentang masyarakat melalui pengamatan dan percobaan untuk kemudian mendemonstrasikan hukum-hukum perkembangan sosial. Aliran positivis percaya akan kesatuan metode ilmiah akan mampu mengukur secara objektif mengenai struktur sosial.
Sebagai usahanya, Comte mengembangkan fisika sosial atau juga disebutnya sebagai sosiologi. Comte berupaya agar sosiologi meniru model ilmu alam agar motivasi manusia benar-benar dapat dipelajari sebagaimana layaknya fisika atau kimia. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang mempelajari statika sosial (struktur sosial) dan dinamika sosial (perubahan sosial).
Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah untuk memahami masyarakat akan membawa pada kemajuan kehidupan sosial yang lebih baik. Ini didasari pada gagasannya tentang Teori Tiga Tahap Perkembangan
Perkembangan tersebut pada hakikatnya melewati tiga tahap, sesuai tahap-tahap pemikiran manusia yaitu:
a.       Tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda didunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia. Cara pemikiran tersebut tidak dapat dipakai dalam ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari sebab serta akibat dari gejala-gejala.
b.      Tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala didunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia. Manusia belum berusaha untuk mencari sebab dan akibat gejala-gejala tersebut.
c.       Tahap positif, merupakan tahap dimana manusia telah sanggup untuk berfikir secara ilmiyah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
Menurut Comte, masyarakat harus diteliti atas dasar fakta-fakta objektif dan dia juga menekankan pentingnya penelitian-penelitian perbandingan antara berbagai masyarakat yang berlainan.
Implikasinya dalam kehidupan sehari-hari :
Positivisme yang diperkenalkan Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual,
Menurut Comte setiap ilmu memberikan sumbangan bagi filsafat positif
a.       Ilmu-ilmu diatur sesuai dengan urutannya dalam memberikan sumbangan bagi positivisme: 1. Matematika (arithmatika, geometri, mekanika), 2. Astronomi, 3. Fisika, 4. Kimia, 5. Biologi, 6. Sosiologi, 7. Etika.
b.      Sosiologi adalah ilmu yang lebih komplek dan bergantung pada ilmu-ilmu yang mendahului, khususnya biologi dengan pengenalannya atas benda-benda organic.
c.       Psikologi, etika dan ekonomi tidak dapat terpisah dari sosiologi.
Jadi bahwa positivisme itu sangat membantu dalam proses keilmua khususnya dalam bidang yang bersifat fisik, karena dengan positivisme ilmu dapat memiliki peranya dan menemui keaktualan suatu ilmu, dan ilmu itu bersifat behavioral., operasional dan kuantitatif.
Contoh : kegiatan yang kita lakukan sehari-hari yaitu kuliah dan mengikuti pelajaran, maka pada saat itu kita menerima ilmu pengetahuan, dan dilakukan secara terus menerus selama kegiatan itu terus dilakukan, mendapatkan pengetahuan merupakan contoh dari penerapan teori positifisme.

Refrensi:
  • www.wikipedia.com
  • Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial.Jogjakarta: pustaka pelajar
  • Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2. EMILE DURKHEIM
Biografi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgt0xBXH-rxshl81PFUuhTnQG-DGY1e6zq1WKAK17-z_37dOgPcLETi25FN2S26DbdhLG4vl0PciRoz-caiMwyjojRwLSzVSpHRH02Of54mrCRrqJljqJRWSl2F4vjt7js2DSiL7_uJH6Bg/s200/Durkheim.gif

Durkheim dilahirkan di Épinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Meskipun keputusannya untuk meniti karir yang lebih cenderung pada bidang intelektualitas secular daripada religius. Hal tersebut menandakan bahwa ia lebih mengutamakan modernitas dibandingkan agama. Kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.
Teori Sosiologi Struktural
Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim (1859-1917) berbicara mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor in Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas) terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern. Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik. Sedangkan pada masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau disebut memiliki Solidaritas Organik .
Melalui karya-karyanya, Durkheim selalu berpijak pada fungsi kolektif sebagai bentuk aktivitas sosial, fakta sosial, dan kesatuan moral. Durkheim mewakili kutub struktural dari perdebatan “struktural” versus “tindakan sosial” atau perdebatan “konsensus” versus “konflik” yang berlangsung sepanjang sejarah sosiologi.
Implikasinya terhadap kehidupan sehari-hari :
Teori ini (fungsional-structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Refrensi
Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial.Jogjakarta: pustaka pelajar
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

3. MAX WABER
Biografi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWxpBy_NpLbDik9f5YjhhJ8Oj40Lmz60_eMuvkgXLS1lU0erwuyVDuAGq4mAc_XcBeZA79VsySrRQJHg5mAmc4jEJtJHfXGSMRkJ8zuwIiFMfdy35w-vHkOkAVbsuZQkG6PvMlMu8MGKUV/s200/max_weber_1894.jpg Max Waber, lahir di Erfurt, Thuringia, Jerman Timur pada tanggal 21 April 1864 sebagai anak sulung dari keluarga terpandang yang memberikan penilaian tinggi terhadap suatu pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan lanjutannya di Universitas Heidelberg pada Fakultas Hukum namun perhatiannya terhadap bidang filsafat dan ekonomi membuatnya mengikuti kuliah-kuliah dalam bidang filsafat dan ekonomi tersebut secara teratur dan disiplin.
Pada tahun 1883, Max memasuki pendidikan militer yang membuka kemungkinan untuk ia menjadi seorang perwira cadangan bagi mereka yang berpendidikan sarjana. Setelah menyelesaikan pendidikan militer ia tak kembali pada Universitas Heidelberg tetapi ia meneruskan studinya di Universitas Berlin, di sana ia mendapatkan ajaran-ajaran Gneist (pengetahuan masalah keparle- menan Inggris), Gierke (pemahaman terhadap sejarah hukum Jerman) dan Treitschke (mengenai permasalahan Nasionalisme). Setelah itu ia menetap sejenak di Gottingen.

Teori  Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
Max Weber (1864-1920) tidak sependapat dengan Marx yang menyatakan bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melalui karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber menyatakan bahwa kebangkitan pandangan religius tertentu– dalam hal ini Protestanisme– yang membawa masyarakat pada perkembangan kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi Kalvinis menyimpulkan bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka menjalani kehidupan yang hemat, menabung, dan menginvestasikan surplusnya agar mendapat modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial. Menurut Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat, ide, nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini disebut verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi. Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara terhadap kehidupan warga kian hari kian besar.
Implikasinya dalam kehidupan sehari-hari :
Etika Protestan dan semangat kapitalisme, merupakan sebuah tema yang mempertanyakan bentuk hubungan agama dan semangat kapitalisme, apakah berlawanan atau saling melengkapi? Weber, dalam hal ini, secara tidak langsung menjawab melalui tesisnya tersebut, yang mana motivasi untuk merubah wacana dalam beragama sangat tergantung terhadap individu-individu dalam suatu komunitas agama. Meski tesis Weber masih sangat dibatasi oleh pandangannya terhadap perilaku Kristen Katolik-Protestan, namun, wacana yang diajukan Weber pada akhirnya memiliki peran yang sangat signifikan dalam transformasi kapitalisme itu sendiri yaitu pergeseran pandangan kapitalisme mengenai peran motivasi agama dan budaya terhadap individu dalam kapitalisme dari tidak ada menjadi ada.
Contohnya :
Di era zaman sekarang kehidupan akan bebas memeluk agama diterapkan guna menjadikan masyarakat mempunya hak yang sama untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing, hal ini dilakukan berdasarkan pendapat dari Weber tentang kaum kapitalisme yang menekankan pada saat itu harus memeluk agama Kristen katolik-protestan, namun dengan adanya hal tersebut menjadi acuan bagi kita bahwa disaat sekarang sudah tidak ada lagi penekanan untuk memilih agama yang sesuai dengan keyakinan kita masing-masing.
Refrensi:
Sukanto, Suryono. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. 2002. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Sukanto, Suryono. Sosiologi Suatu Pengantar. 1994. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

4. KARL MAX

Biografi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBjtgwbaHhBAa3vYl-GY2JyjrcDmVzXlqoaO3NACIu1J5QdGAFjMvo8Lrqd8rajy-g6cdfIw7Jbctoxypj9uo2YUF5IwOImHRGc8QKSbO8yfXTbJ6QZsEpI2PdXK4GKpaFBNvnRYbWbLfB/s200/karl-marx.jpg
Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. ayahnya, seorang pengacara, menafkai keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuanya adalah dari pendeta yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat dari Universitas Berlin, Universitas yang sangat di pengaruhi oleh Hegel dan guru - guru muda penganut filsafat Hegel, tetapi berpikir Kritis. Gelar doktor Marx di dapat dari kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian.
Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu.
Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian di tutup pemerintah. Esai–esai awal yang di terbitkan dalam periode mulai mencerminkan sebuah pendirian yang membiumbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas di taburi prinsip-prinsip demokrasi , ia menolak keabstrakat filsafat hegelian, mimpi naif komunis utopiadan gagasan aktivis yang mendesak apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Dalam menolak gagasn aktivis ini Marx meletakkan landasan bagi gagasan hidup sendiri.
Karl Marx: Sosiologi Marxis
Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas. Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).
Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang pada hakikatnya adalah sejarah konflik kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertengahan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan. Di samping itu juga ada masyarakat kelas kaya (the haves) dan kelas masyarakat tak berpunya (the haves not). Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat
Proposisi utama Marx mengatakan bahwa kapitalisme adalah bentuk organisasi sosial yang didasarkan pada eksploitasi buruh oleh para pemilik modal. Kelas borjuis kapitalis mengambil keuntungan dari para pekerja dan kaum proletar. Mereka secara agresif mengembangkan dan membangun teknologi produksi. Dengan demikian kapitalisme menciptakan sebuah sistem yang mendunia.
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa produksi komoditas mau tak mau membawa sistem sosial yang secara keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala sesuatunya, penginapan, penyedia informasi, rumah sakit, bahkan sekolah kini menjadi bisnis yang menguntungkan. Tingkat keuntungannya menentukan berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan. Inilah yang dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi menentukan suprastruktur (kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).
Implikasinya dalam kehidupan sehari-hari :
Marx lebih menekankan pada kehidupan pekerja pada masa itu, dia menjadi salah satu motivator dalam terbentuk kaum buruh yang menginginkan haknya, dalam kaitannya di kehidupan terutama para pekerja atau buruh yang sekarang semakin banyak harus mendapatkan haknya sesuai dengan apa yang mereka telah kerjakan, tidak ada lagi pihak yang menindas dan menekankan rasa penguasa, karena buruh juga mempunyai hak yang sama.
Contohnya :
Sudah ada UU yang mengatur kebijakan dalam pemberian upah atau pengahasilan untuk buruh atau pekerja, sudah ada upah minimum dalam menentukan suatu pekerjaan yang akan dikerjakan dan jika ada yang melanggar UU yang telah ditetapkan maka akan dikenai sanksi yang tegas oleh pihak yang menaungi masalah-masalah yang terjadi pada pekerja atau buruh tersebut.

Refrensi
Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial.Jogjakarta: pustaka pelajar
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
5. HERBERT SPENCER
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzXCZxfbjgRRNzm5t5kXUV9BYyCOAD_BVDAK3EFLhtX-B_xBDB7Bui7HotVn-pcbAKqmG_Kvk5S25KvfQEidbI4KYPXi_WArmPXoZ7VwNa39H-a3h7WnO7tol4H19b0g9B7y_7V5iC98rR/s200/agrant1.jpg
Herbert Spencer dilahirkan di Derby Inggris, 27 April 1820. Ia tak belajar seni Humaniora, tetapi di bidang teknik dan bidang utilitarian. Tahun 1837 ia mulai bekerja sebagai seorang insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang di pegangnya hingga tahun 1846.selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik.tahun 1848 spenser di tunjuk sebagai redaktur the economis dan gagasan intelektualnya mulai mantap. Tahun 1850 ia menyelesaikan karya besar pertamanya, Social Statis (1850).
Dalam bukunya yang berjudul The Principle of  Sosiologi (3 jilid,1877), Herbert Spencer menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Spencer mengatakan bahwa obyek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian diri, dan industri. Sebagai tambahan disebutkannya sosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan social, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Buku tersebut menjadikan sosiologi menjadi populer di masyarakat dan berkembang pesat pada abad 20, terutama di Perancis, Jerman, dan Amerika.
Herbert Spencer: Sosiologi Evolusioner
Herbert Spencer (1820-1903) menganjurkan Teori Evolusi untuk menjelaskan perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang mampu dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain “Yang layak akan bertahan hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah”. Konsep ini diistilahkan survival of the fittest. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini juga sering dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.
Melalui teori evolusi dan pandangan liberalnya itu, Spencer sangat poluler di kalangan para penguasa yang menentang reformasi. Spencer setuju terhadap doktrin laissez-faire dengan mengatakan bahwa negara tak harus mencampuri persoalan individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan sosial berkembang bebas tanpa kontrol eksternal. Spencer menganggap bahwa masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilan serta kemiskinan itu juga alamiah, karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski pandangan itu banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.
Implikasinya dalam kehidupan sehari-hari :
Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya. Seperti kata-kata diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa, evolusi bagi spencer adalah kemajuan dalam segala bidang yang mana menjadi motivator bagi kita sendiri bagaimana caranya untuk bisa menjadi yang lebih baik dalam hidup kita masing-masing.
Contohnya:
Seseorang yang tidak lemah dan frustasi dalam menghadapi hidup karena kegagalan secara terus menerus, bukan merupakan orang yang didalamnya terdapat evolusi yaitu perubahan, setiap orang pasti akan mendapatkan sesuatu yang dia inginkan tetapi harus melalui proses yang panjang dan berusaha serta berdoa, kalau kita ingin menjadi seseorang yang maju, diberikan kemudahan pula.
Refrensi :
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1990.
Buku Teori Sosiologi Klasik Karya Boedhi Oetoyo, dkk